Jumat, 24 Februari 2012

Siam Cement Akuisisi Boral Indonesia

BANGKOK, KOMPAS.com - Siam Cement Group, konglomerasi bahan bangunan asal Thailand kembali melakukan ekspansi di Indonesia. Perusahaan milik kerajaan Thailand ini membeli perusahaan semen asal Australia, PT Boral Indonesia senilai 135 juta dollar AS. Situs foxbusiness.com melansir, rencana Siam Cement Group tersebut sudah disampaikan di Bursa Efek Thailand hari ini (1/2/2012). Siam Cement Group menyatakan, akan menyelesaikan transaksi pembelian Boral Indonesia sebelum bulan Juni nanti. Boral Indonesia merupakan pabrik semen milik Boral Ltd yang beroperasi dengan kapasitas produksi 2,2 juta meter kubik. Perusahaan ini memiliki cadangan batu kapur cukup besar di Indonesia. Pihak Boral Ltd mengatakan, akan memakai uang penjualan untuk mengurangi beban utang perusahaannya. "Penjualan dari bisnis konstruksi di Indonesia sesuai dengan strategi kami kembali menyelaraskan portofolio," kata Mark Selway, Direktur Eksekutif Boral dalam sebuah pernyataan yang dikutip finance.ninemsn.com.au. Sementara itu, David Leitch, analis dari UBS menilai, penjualan Boral itu tercapai dengan nilai harga yang sepadan. "Kami pikir itu nilai yang baik, karena tahun ini kondisi memburuk, " Prediksi Leitch. Ia menambahkan, penjualan tidak akan berdampak besar pada keuntungan Boral di periode mendatang Selain mengakuisisi Boral ,kelompok usaha terkemuka Thailand Siam Cement Group Plc mengalokasikan dana sedikitnya Rp 4,5 triliun untuk mengakuisisi perusahaan atau pabrik di kawasan Asia Tenggara dalam beberapa tahun mendatang. Indonesia yang memiliki pasar domestik terbesar dengan penduduk 241 juta jiwa dari 600 juta jiwa penduduk ASEAN bakal menjadi fokus investasi Siam Cement. Presiden dan Chief Executive Officer Siam Cement Groups (SCG) Kan Trakuulhoon di sela pembukaan Pameran Badan Investasi Thailand 2011 (Thailand's Board of Investment/BOI) di Muang Thong Thani, Bangkok, seperti dilaporkan wartawan Kompas Hamzirwan Kamis (5/1/2012), mengungkapkan rencana aksi korporasi ini kepada wartawan dari Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Myanmar. SCG merupakan kelompok usaha yang fokus memproduksi semen, petrokimia, kertas dan produk kemasan, bangunan, serta logistik dengan total penjualan tahun 2011 mencapai Rp 104,4 triliun (360 miliar baht). "Banyak sekali peluang di Indonesia. Kami mencari lebih banyak lagi kesempatan mengakuisisi perusahaan di Indonesia," ujarnya. Ekspansi regional menjadi salah satu strategi pertumbuhan SCG selain meningkatkan penciptaan nilai tambah lewat riset produk ramah lingkungan. Riset dan produksi produk ramah lingkungan mampu menyumbang separuh penghasilan penjualan SCG. SCG sudah berada di Indonesia sekitar 10 tahun terakhir dengan nilai investasi 777 juta dollar AS (Rp 7 triliun) dan terus berkembang. Investasi SCG saat ini antara lain antara lain kolaborasi dengan kelompok usaha terkemuka Wings Grup yang memproduksi makanan dan kebutuhan rumah tangga. Direktur Eksekutif dan Penasihat SCG untuk Indonesia Padungdej Indralak mengatakan, sepanjang tahun 2011 saja mereka sudah mengakuisisi saham senilai 600 juta dollar AS (Rp 5,4 triliun). Dana itu antara lain digunakan untuk mengambilalih 100 persen saham PT Keramika Indonesia Asosiasi Tbk (KIA) dan PT Kokoh Inti Arebama Tbk (KOKOH) senilai 215 juta dollar AS (Rp 1,9 triliun). KIA merupakan salah satu produsen keramik terkemuka di Indonesia, sedangkan KOKOH merupakan pemasok bahan bangunan dengan jaringan internasional. SCG juga sudah merampungkan pembelian 30 persen saham PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dengan anak usaha Temasek Holdings, Apleton Investments Ltd dan pemegang saham mayoritas, PT Barito Pacific Tbk, senilai 450 juta dollar AS (Rp 4,1 triliun). Manajemen SCG berharap, stabilitas situasi politik Indonesia terus terjaga dan kebijakan yang adil bagi investor bisa terwujud. Kedua hal ini cukup membantu investor berekspansi di Indonesia. Bisnis semen di Indonesia diperkirakan akan semakin ketat tahun 2012 karena pemerintah telah menyatakan akan mempercepat investasi infrastruktur. Akan tetapi, Asosiasi Semen Indonesia justru memprediksi, penjualan semen tahun 2012 mendekati 50 juta ton, naik tipis dari 47 juta ton tahun 2011. Data Kementerian Perindustrian, sembilan perusahaan semen di Indonesia memiliki kapasitas terpasang 52,5 juta ton tahun 2011. PT Semen Gresik Tbk (PT Semen Gresik, PT Semen Tonasa, dan PT Semen Padang) berkapasitas 20,2 juta ton per tahun. PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk berkapasitas 18,6 juta ton dan PT Holcim Tbk berkapasitas 8,5 juta ton.

Kamis, 08 Desember 2011

Runtuhnya Jembatan Kukar Bencana Kegagalan Teknologi

Runtuhnya jembatan Kukar membuat pemerintah kalang kabut melakukan berbagai investigasi mempelajari apa sebenarnya yang menjadi penyebabnya. Berbagai kalangan akademisi maupun praktisi mangambil bagian untuk melakukan penelitian yang tentunya akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Sekitar 6 bulan yang lalu saya bersama dengan tim dari Sika sempat diundang oleh Dinas pekerjaan Umum untuk memberikan presentasi di hadapan kurang lebih 80 staff DPU Kukar mengenai teknologi konstruksi beton. Dalam pertemuan tersebut saya sedikit menyinggung pentingnya design service life ( rencana masa pakai ) suatu bangunan konstruksi. Karena ketika kita tidak concern terhadap masalah ini , maka akan berakibat fatal bagi bangunan tersebut. Umur bangunan konstruksi khususnya jembatan yang baik di Indonesia adalah minimal 50 tahun.Inipun masih jauh bila dibaningkan dengn rata-rata umur bangunan konstruksi di Jepang yang bisa bertahan lebih dari 100 tahun. Banyak aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pembangunan konstruksi mulai dari tahap perencanaan , pelaksanaan hingga pemeliharaan , baik itu pemilihan material yang digunakan maupun penentuan metode pelaksanaan / perbaikan harus direncanakan secara matang dan mendapat pengawasan ketat dari instansi pemilik (owner). Untuk menunjang hal ini tentunya ada biaya yang dibutuhkan yang tidak sedikit, namun akan sangat berarti bagi kelangsungan bangunan tresebut yang secara tidak langsung berdampak kepada generasi kita yang akan datang yang juga masih bisa merasakan karya pendahulunya.
Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan audit teknologi Jembatan Tenggarong yang runtuh. Tim akan mendata dan mengambil sampling bagian konstruksi terkait runtuhnya jembatan untuk keperluan audit teknologi.

"Karena ini dianggap suatu bencana kegagalan teknologi maka kita akan mengumpulkan data dari reruntuhan jembatan. Data tersebut akan memberikan hasil untuk merekonstruksi, melihat dengan teliti ada apa sebenarnya dengan jembatan ini. Mengapa jembatan ini runtuh, tentunya dari sisi teknologi (struktur). Hasil yang didapat bisa dijadikan sebagai bahan rekomendasi kepada instansi terkait," kata Dr. Ir. Wahyu W Pandoe. M.Sc, Ketua Tim Investigasi Bawah Air BPPT.

Selain tim investigasi bawah air yang telah melakukan scanning (pemetaan) juga terdapat tim atas air (bagian struktur) yang sedang melakukan penelitian existing condition dari jembatan. Tim investigasi bawah air mengidentifikasi objek-objek dibawah air sungai Mahakam dengan menggunakan peralatan side scan sonar, multibeam echosounder serta alat pendukung lainnya seperti alat pengukur arus dan GPS.

Existing condition bawah air juga tidak luput dari pemeriksaan. Data yang ada akan dipelajari dan dikombinasikan dan itu hanya membutuhkan waktu yang tidak lama untuk menganalisanya. Selanjutnya, hasil kombinasi akan dikirim ke pusat dan tim kami di kantor pusat akan memberikan kesimpulan apa yang sebenarnya terjadi dengan Jembatan Kartanegara. TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menggandeng sejumlah tim ahli konstruksi independen untuk menelusuri penyebab jembatan Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, yang ambruk pada Sabtu (26/11/2011) pekan lalu. Hasil penyelidikan itu akan disampaikan kepada Polda Kaltim sebagai penanggungjawab hukum lokasi kejadian tersebut. Demikian disampaikan Dirjen Bina Marga Kementerian PU, Djoko Mujanto, di kantornya, Jakarta, Senin (28/11/2011). Karena masih diselidiki tim, Djoko mengelak memberitahukan dugaan sementara penyebab ambruknya jembatan tersebut. "Kenapa ini terjadi? Saat ini sedang diteliti oleh tim teknis yang independen. Karena ini punya Kabupaten Kutai Kartanegara, jadi ini independen. Kami tidak punya interest. Tim dari Bina Marga, Bimtek, Litbang PU, kontraktor dan konsultan yang dulu, sekarang ada di lapangan, juga beberapa (ahli) universitas, dan akan menyusul terus, karena mereka banyak yang meminta izin kepada kami untuk bergabung. Kami mempersilakan, karena koordinasi dengan Kapolda Kaltim. Tidak masalah sepanjang itu untuk meningkatkan akurasi yang akan ditemukan. Sampai saat ini, kami belum dapat laporannya," papar Djoko. Investigasi bersama ini juga melibatkan perusahaan kontraktor pembangunan jembatan tersebut, yakni PT Hutama Karya. "Dalam penyelidikan tadi malam sudah ada koordinasi antara Polda Kaltim, Bareskrim Jakarta. Tentu saja ada tim dari Provinsi dan Kabupaten, termasuk tim dari PU, Bina Marga, maupun dari beberapa universitas secara volunteers dari ITB, ITS, Undip juga termasuk kontraktor dan konsultan yang dulu mengerjakan, itu sudah ada di lapangan," ujar Djoko. Menurut Djoko, tim dari PU bersama tim independen setidaknya memerlukan waktu satu minggu untuk mencari tahu penyebab ambruk jembatan berjuluk "Golden Gate Kalimantan tersebut. "Yang terpenting sekarang tindakan-tindakan ke depan. Dalam waktu 3x24 jam, kami sepakati evakuasi korban," imbuhnya. Djoko menjelaskan, jembatan naas tersebut dibangun oleh PT Hutama Karya sejak 1995 hingga 2001 atas pembiayaan bersama. Namun, kepemilikan dan perawatan jembatan itu adalah tanggung jawab pemerintah Kabupaten Kukar. "Waktu itu belum ada pembagian otonomi daerah. Jadi, pembiayaannya sharing, bersama-sama. Dana pusat waktu itu, pakai dana P23, kemudian dana dari pemprov juga kabupaten. Ketiganya ini bersama-sama. Tapi, pemiliknya, karena berada di jalan kabupaten, maka pemiliknya adalah Kabupaten Kutai Kartanegara," ujar Djoko.

Cement Grinding Aid (CGA)

The introduction of Cement Grinding Aid (CGA), started more than 50 years ago, has as ultimate task the prevention of
cement particle re-agglomeration during and after milling process. What makes CGA application
even more desirable is their significant effects on mechanical properties of cement, whose particle
size distribution results narrower and shifted towards shorter diameters.
Their influence on cement chemico-physical behaviour has been attributed to the reduction of
surface energy forces generated on cement grains during comminution.
CGA are constituted of polar organic compounds such as alkanolamines, which arrange their dipoles
so that they saturate the charges on the newly formed particle surface, reducing re-agglomeration.
Nevertheless, this kind of additives results efficient even at very low dosage (< 500 ppm), which
cannot give reason of a complete covering on cement particle surface, that is for a complete
screening of the free charges. Moreover, it cannot give reason of their effects on subsequent
mechanical properties of cement paste.
Various research groups followed different approaches to go further in the interpretation of the CGA
action. Some authors have been involved in the analysis of alkanolamines and glycols based CGA,
extracted from dry cement by different technics. Besides the intrinsic difficulty in the extraction of
this polar compounds, once they interact with cement, it has been hypothesized either an
irreversible physic adsorbtion or a chemical interaction with cement salts, favoured by high
temperatures (100-120°C) reached inside the mill during grinding process.
Much more interest has been shown on the influence of these alkanolamines or glycols as
admixtures on cement hydration and strength development. It is well known, for example, and
well accepted that alkanolamines (especially TriIsoPropanolAmine - TIPA) interact preferentially
with iron based phases of cement . In the same way TriEthanolAmine (TEA) effect on cement
setting time is still debated.
Recently technology of CGA has been developed. We have not only Amine based , but also Glycol , Polymer Glycol and Polymer Glycol Ester as latest technology . There are some CGA's producers in the world ,Sika is one of it. SikaGrind®-870 is a chloride free liquid cement grinding aid with performance enhancing properties. SikaGrind®-870 has been specifically designed to increase the output of cement grinding plants and obtain improved early strength development for cements with high amount of clinker replacements SikaGrind®-870 is a dispersant with the following characteristics:  Neutralisation of electrical charges on the surface of the cement particles  Separation of the cement particles SikaGrind®-870 provides the following advantages in cement production:  Enhanced grinding properties of the cement mill due to less accumulation of material on grinding balls and mill-liners  Higher separator efficiency due to improved cement particle dispersion  Reduced relative power consumption per ton of cement due to increased output of the grinding system (tons per hour)  Easier achievement of the desired cement fineness (Blaine, particle fraction > 32μm, granulometry) due to reduced re-agglomeration of the sufficiently ground cement particles  Minimized problems with “plugging” due to improved powder flow characteristics SikaGrind®-870 gives the following advantages to the finished cement:  Reduced quantity of “over-milled” particles in the cement granulometry  Easier discharge of the silos  Increased early strengths after 1 and 2 days  Economic cement design with clinker replacements Typical dosage rates of SikaGrind®-870 are between 0.2 -0.5 kg per tonne of cement (0.02% - 0.05% of total weight = cement clinker + additions). The optimum dosage to achieve the desired characteristics shall be determined in Plant trials. Influencing factors are e.g. the properties of clinker source, type of cement and other plant variables. For consistent results, SikaGrind®-870 must be accurately dispensed

Sabtu, 30 Juli 2011

CARBON FIBRE REINFORCED POLYMER

CARBON FIBRE REINFORCED POLYMER
The main impetus for development of carbon fibres has come from the aerospace industry with its need for a material with combination of high strength, high stiffness and low weight. Recently, civil engineers and construction industry have begun to realize that this material (CFRP) have potential to provide remedies for many problems associated with the deterioration and strengthening of infrastructure. Effective use of carbon fibre reinforced polymer could significantly increase the life of structures, minimizing the maintenance requirements.
Carbon fibre reinforced polymer is a type of fibre composite material in which carbon fibres constitutes the fibre phase. Carbon fibre are a group of fibrous materials comprising essentially elemental carbon. This is prepared by pyrolysis of organic fibres. PAN-based (PAN-poly acrylo nitrile) carbon fibres contains 93-95 percentage carbons, and it is produced at 1315°C (2400°F). Carbon fibres have been used as reinforcement for albative plastics and for reinforcements for lightweight, high strength and high stiffness structures. Carbon fibres are also produced by growing single crystals carbon electric arc under high-pressure inert gas or by growth from a vapour state by thermal decomposition of a hydrocarbon gas.
CFRP materials possess good rigidity, high strength, low density, corrosion resistance, vibration resistance, high ultimate strain, high fatigue resistance, and low thermal conductivity. They are bad conductors of electricity and are non-magnetic.
Carbon fibre reinforced polymer (CFRP) is currently used world wide to retrofit and repair structurally deficient infrastructures such as bridges and buildings. Using CFRP reinforcing bars in new concrete can eliminate potential corrosion problems and substantially increase a member’s structural strength. When reinforced concrete (RC) members are strengthened with externally bonded CFRP, the bond between the CFRP and RC substrate significantly affects the members load carrying capacity.
Strengthening measures are required in structures when they are required to accommodate increased loads. Also when there are changes in the use of structures, individual supports and walls may need to be removed. This leads to a redistribution of forces and the need for local reinforcement. In addition, structural strengthening may become necessary owing to wear and deterioration arising from normal usage or environmental factors.
The usage of composite materials like CFRP is still not widely recognized. The lack of knowledge of technology using CFRP and the simplicity of it will make some people hesitant to use it. Carbon Fibre strengthening system includes laminate and sheet products for increasing the strength of concrete structures. Carbon, Aramid and E-glass can be used to solve problems from change of use to increased load carrying capacity to bomb blast protection. Simple installation, minimal increase of deadload and ability to deal with complex strengthening requirements make this a problem solve.

Strengthening of a structure may be necessary if increases in loads, changes in structural articulation or intended use occur, and also, after accidental damages. Depending on the location of structure, access to the repair area, or the time allow for the repair, several materials and technique have to be considered. Carbon Fiber Reinforced Polymer Strip is an external strengthening system that can be used on structural elements comprised of concrete, wood, or steel. This system consists of a pultruded, pre-cured carbon fiber reinforced polymer (CFRP) strip and a high modulus/high strength epoxy gel. The strips are adhered using epoxy gel to structural elements to increase flexural capacity, fatigue resistance and reduce deflection.

Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) is a Polymer Matrix Composite material reinforced by carbon fibers.
The reinforcing dispersed phase may be in form of either continuous or discontinuous carbon fibers of diameter about 0.0004” (10 mkm) commonly woven into a cloth.
Carbon fibers are very expensive but they possess the highest specific (divided by weight) mechanical properties: modulus of elasticity and strength.
Carbon fibers are used for reinforcing polymer matrix due to the following their properties:
• Very high modulus of elasticity exceeding that of steel;
• High tensile strength, which may reach 1000 ksi (7 GPa);
• Low density: 114 lb/ft³ (1800 kg/m³);
• High chemical inertness.
The main disadvantage of carbon (Graphite) fibers is catastrophic mode of failure (carbon fibers are brittle).
The types of carbon fibers are as follows:
• UHM (ultra high modulus). Modulus of elasticity > 65400 ksi (450GPa).
• HM (high modulus). Modulus of elasticity is in the range 51000-65400 ksi (350-450GPa).
• IM (intermediate modulus). Modulus of elasticity is in the range 29000-51000 ksi (200-350GPa).
• HT (high tensile, low modulus). Tensile strength > 436 ksi (3 GPa), modulus of elasticity < 14500 ksi (100 GPa).
• SHT (super high tensile). Tensile strength > 650 ksi (4.5GPa).
Carbon fibers are also classified according to the manufacturing method:
1. PAN-based carbon fibers (the most popular type of carbon fibers).
In this method carbon fibers are produced by conversion of polyacrylonitrile (PAN) precursor through the following stages:
• Stretching filaments from polyacrylonitrile precursor and their thermal oxidation at 400°F (200°C). The filaments are held in tension.
• Carbonization in Nitrogen atmosphere at a temperature about 2200 °F (1200°C) for several hours. During this stage non-carbon elements (O,N,H) volatilize resulting in enrichment of the fibers with carbon.
• Graphitization at about 4500 °F (2500°C).
2. Pitch-based carbon fibers.
Carbon fibers of this type are manufactured from pitch:
• Filaments are spun from coal tar or petroleum asphalt (pitch).
• The fibers are cured at 600°F (315°C).
• Carbonization in nitrogen atmosphere at a temperature about 2200 °F (1200°C).
The most popular matrix materials for manufacturing Carbon Fiber Reinforced Polymers (CFRP) are thermosets such as epoxy, polyester and thermoplastics such as nylon (polyamide).
Carbon Fiber Reinforced Polymers (CFRP) materials usually have laminate structure, providing reinforcing in two perpendicular directions.
Carbon Fiber Reinforced Polymers (CFRP) are manufactured by open mold processes, closed mold processes and Pultrusion method.
Carbon Fiber Reinforced Polymers (CFRP) are characterized by the following properties:
• Light weight;
• High strength-to-weight ratio;
• Very High modulus elasticity-to-weight ratio;
• High Fatigue strength;
• Good corrosion resistance;
• Very low coefficient of thermal expansion;
• Low impact resistance;
• High electric conductivity;
• High cost.
Carbon Fiber Reinforced Polymers (CFRP) are used for manufacturing: automotive marine and aerospace parts, sport goods (golf clubs, skis, tennis racquets, fishing rods), bicycle frames.
Properties of some Carbon Fiber Reinforced Polymer Composites
(Materials Data)
• Epoxy Matrix Composite reinforced by 70% carbon fibers
• Epoxy Matrix Composite reinforced by 50% carbon fibers
• Polyether Ether Ketone B Matrix Composite reinforced by 30% carbon fibers

Senin, 25 Juli 2011

The Use of Steel Fibre Reinforced Concrete









Fibers have been used as reinforcement since ancient times, when straw was used to reinforce otherwise brittle mud bricks. Similarly, concrete on its own is a relatively brittle substance, with low tensile and ductile strengths. Steel fiber reinforced concrete, or SFRC, is concrete containing small steel fibers which increase concrete's structural capacity. For this reason SFRC is favorable in applications where additional durability and ductile strength are required.


How Does It Work?


When added to the concrete mixture, steel fibers help enhance many of concrete's mechanical characteristics. The fibers can be between 30mm and 100mm in length, and come in straight, textured and hooked varieties. These fibers improve structural properties, including toughness, durability and tensile strength of the concrete. Most importantly, the fibers help to restrain cracking which occurs during the curing process, by restricting movement of the concret

Shotcrete

Shotcrete is a highly fluid type of concrete which can be sprayed onto almost any surface. It is used in applications where the concrete is being projected onto irregular or vertical surfaces. Steel mesh can be installed prior to spraying, to provide a substrate for the shotcrete to adhere to. Shotcrete is often reinforced with steel fibers to increase its cohesion during application, which eliminates the need to install traditional steel wire mesh.

Precast Elements

Precast concrete elements are made in an off-site facility before transportation and installation on site. They are used in almost all types of construction, including apartment buildings, offices, bridges and tunnels. Steel fibers are often added to the concrete mix in the casting facility for applications such as bridge building, where qualities such as durability and flexural strength are required. In some cases, the addition of steel fibers also allows smaller, lighter sections to be made, as there is no requirement for traditional steel bar reinforcement.

Industrial Ground Slabs

Steel fiber reinforced concrete is commonly used for industrial ground slabs, such as in warehouses and airport runways. Concrete slabs in these applications are subject to constant, repetitive use from forklifts and other traffic. In this environment, SFRC provides extra durability to the surface of the slab and added strength against cracking, particularly along edges and joints where the slab is more prone to weakness.

Tunnels

Tunnel linings are traditionally constructed from precast concrete elements, cast-in elements, shotcrete or a combination of these. Tunnels are under a constant load from either soil or water above, and require high resistance against these forces. Steel fiber reinforced concrete is commonly used in tunnel construction, as it provides additional flexural strength, reduces shrinkage cracking and reduces permeability.


Fiber reinforced concrete is a composite obtained by adding a single type (steel or synthetic) or a blend (steel + synthetic) of fibers to the concrete mix.

WIRAND® steel fibers are used to reinforce the concrete adding mechanical properties that can be used for structural design purpose.

FIBROMAC® synthetic fibers are used as a complement for the concrete to control the effects of moisture and water lost in the first stage (24 to 72 hours) of curing.

Adding fibers to concrete improves mechanical properties:

* Increases toughness
* Increases ductility and flexural resistance
* Gets higher and more stable tensile strength
* Increases shear resistance

And can improve control for the following effects:

* Fatigue
* Impact
* Shrinkage
* Fire resistance

Fiber reinforced concrete technology is in continuous growth and expansion, and is now included in most relevant concrete codes around the world. The codes refer to the technical considerations to define this material with or without structural responsibility for design purpose, and guide accurate use of the technology.

The traditional sectors where the fiber reinforced concrete is applied are:

* Lining for tunnels
* Industrial floors
* Precast elements

Dramix ® steel fibers for concrete reinforcement
Advantages

* High ductility and load bearing capacity
* Cost effective reinforcement solution
* Quick and easy to apply

Product description
Dramix
© Bekaert

What if you had a material that provided you with unlimited possibilities to build and develop your projects? Meet Dramix®, the proven steel fiber concept from industry specialist Bekaert, which has set a new standard for concrete reinforcement. What you get from Dramix® reinforced concrete is ductility and high load bearing capacity.


Technological features

Applications

* Construction
* Concrete reinforcement
* Dramix® for residential applications
* Dramix® for precast elements

* Dramix® for tunnel applications
* Dramix® concrete reinforcement for civil works
* Dramix® for industrial floors

Senin, 13 Juni 2011

Investor Prancis dan Cina Bangun Pabrik Semen Baru


TEMPO Interaktif, Jakarta - Produsen semen terbesar asal Prancis dan Cina berencana membangun pabrik semen di Indonesia. Produsen semen Prancis, Lafarge Cement, sedang menjajaki investasi untuk membangun pabrik di Jawa Timur. Sedangkan produsen semen Cina, China Triumph International Engineering Co. Ltd (CTIEC), akan membangun pabrik di Grobogan, Jawa Tengah.


Namun, Menteri Perindustrian, Mohamad Suleman Hidayat, menginginkan Lafarge membangun pabrik di luar Jawa. Alasannya, dengan pembangunan itu akan tercipta pemerataan pembangunan industri. Apalagi saat ini pembangunan mulai lebih banyak diarahkan ke luar Jawa. Alternatif lain selain Jawa adalah di Langkat, Sumatera Utara.


Lafarge sudah menginvestasikan dana US$ 300 juta untuk membangun pabrik berkapasitas 1,6 juta ton per tahun di Aceh. Rencananya pabrik baru itu akan memiliki kapasitas sama dengan pabrik di Aceh. Tapi nilai investasi baru itu belum diketahui. "Mereka sedang menghitung investasi yang dibutuhkan," ujar Hidayat.


Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur, Panggah Susanto, mengatakan, pembangunan pabrik milik China Triumph di Grobogan ini memiliki kapasitas produksi sebesar 2 juta ton per tahun. "Nilai investasinya mencapai US$ 350 juta.”


Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia, Urip Timuryono, memprediksi, tahun ini konsumsi semen naik sekitar 7,5 persen menjadi 43 juta ton dari 40 juta pada tahun lalu. "Konsumsi semen masih dominasi pulau Jawa sebesar 65 persen, Sumatera sudah 29 persen, Kalimantan dan Sulawesi sebanyak 10 persen.”


Urip mengatakan, tahun ini permintaan semen yang cukup tinggi mengikuti pertumbuhan properti yang terus berkembang. Urip menjelaskan, rata-rata produksi semen secara nasional per tahun mencapai 66 juta ton. Dari jumlah ini sebanyak 43 juta ton diserap di dalam negeri dan sisanya untuk ekspor.


Data Kementerian Perindustrian menyebutkan, kapasitas produksi semen tahun ini 52 juta ton. Produksi tahun lalu 40,7 juta ton. Pada 2012-2013, kapasitas industri semen bakal bertambah 6,8 juta ton menyusul investasi tiga produsen: PT Semen Gresik Indonesia 2,5 juta ton pada 2012, PT Semen Tonasa 2,5 juta ton pada 2011, dan PT Holcim Indonesia 1,8 juta ton pada 2014.


Meski ekspansi produsen dan pasar terus bertumbuh, ekspor semen diprediksi tidak maksimal. Ekspor tahun ini sekitar 1,5 juta ton, turun dari ekspor tahun lalu sekitar 1,5-2 juta ton. Tipe tekstur semen yang padat membuat ekspor relatif sulit. “Ongkos angkut untuk ekspor mahal tapi harus dijual lebih murah. Ini akan cenderung menggerus margin produsen," kata Urip.

Lafarge Ngotot Bangun Pabrik Semen di Jawa Timur

JAKARTA--MICOM: Produsen semen asal Prancis Lafage telah menyatakan minatnya untuk membangun pabrik semen di Jawa Timur. Lafarge baru menyelesaikan pembangunan kembali pabrik di Aceh yang terhantam tsunami pada Desember 2004.

Demikian disampaikan Menteri Perindustrian MS Hidayat di sela pameran keramik, kaca, dan bahan bangunan di Plaza Kemenperin, Jakarta, Selasa (7/6).

"Saya ingatkan resikonya besar karena di Jawa persaingannya sangat ketat. Syarat Amdal-nya juga lebih ketat," ujar Hidayat.

Hidayat sebetulnya mengharapkan Lafarge menginvestasikan uangnya untuk pabrik semen di luar Pulau Jawa. Sebab, pemerintah memang tengah mendorong industrialisasi di luar Jawa.

Lafarge sendiri baru saja mengoperasikan kembali pabrik mereka yang terhantam tsunami Aceh, Desember 2004. Pabrik di Lhoknga yang selesai dibangun Maret 2011 tengah memulai produksi percobaan. Pabrik berkapasitas 1,6 juta ton per tahun tersebut menghabiskan dana sekitar US$300 juta.

Menurut Dirjen Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto, sebelumnya Lafarge juga telah menyampaikan minatnya untuk membangun pabrik di Langkat, Sumatera Utara. "Sekarang sedang menjajaki bahan bakunya. Kira-kira kapasitasnya 1,5 juta ton. Nilai investasinya US$275 juta," katan Panggah.


Bupati undang Lafarge investasi pabrik semen di Kab. Malang

MALANG: Bupati Malang Rendra Kresna mengundang Lafarge, salah satu produsen semen terbesar di dunia asal Perancis, untuk investasi di daerah tersebut dengan mendirikan pabrik semen.

Di temui di sela-sela Kirab Adipura, hari ini, Bupati mengatakan pihaknya akan menyurati Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menginformasikan bahwa Kab. Malang tertarik untuk menerima Lafarge investasi di daerah tersebut.

“Kami mempunyai keunggulan bila dibandingkan daerah lain karena sudah feasibility study (FS) terkait dengan kapasitas bahan baku semen di daerah ini,” kata Rendra Kresna hari ini.

Seperti diberitakan harian ini, Lafarge menjajagi pembangunan pabrik semen dengan perkiraan investasi US$300 juta di Jawa Timur.

Menurut Bupati, semua bahan baku semen ada di Kab. Malang. Bahan-bahan baku berada di kawasan perbukitan kapur, yakni di Sumbermanjing Wetan, Kalipare, Donomulyo, Gedangan, Wajak, dan Pagak.

Bahan-bahan dimaksud, yakni pasir, tanah liat, pasir kuarsa, dan batu kapur. Deposit batu kapur di Kab. Malang mencapai 600 tahun dengan asumsi pabrik semen berproduksi 2 juta ton per tahun, sedangkan deposit tanah liat mencapai 60 tahun dengan asumsi masa produksi yang sama.

Asumsi itu jika memperhitungkan juga pemanfaatan tanah milik Perhutani. “Tapi tanah liat tersebut kan bisa didapatakan dari daerah lain, seperti Blitar dan Lumajang, jika bahan terserbut di Kab. Malang sudah habis dieksploitasi.”

Jumat, 06 Mei 2011

Pabrik ke-5 Semen Tonasa di Sulsel bakal beroperasi di kuartal IV 2011




JAKARTA. Kapasitas pabrik PT Semen Tonasa bakal bertambah, seiring segera selesainya pembangunan pabrik di Pangkep, Sulawesi Selatan. Kapasitas pabrik semen milik anak usaha PT Semen Gresik itu mencapai 2,5 juta ton.

Saat ini, proses pembangunan pabrik sudah rampung 80%. "Kami targetkan pabrik itu bisa beroperasi pada November tahun ini," kata Direktur Utama Semen Tonasa, Sattar Taba, Kamis (14/4).

Pabrik yang menghabiskan investasi sebesar Rp 3,5 triliun ini menjadi pabrik kelima milik Semen Tonasa. Jika pabrik ini beroperasi secara komersial, produksi semen mencapai 6,5 juta ton. Saat ini, kapasitas produksi Semen Tonasa hanya sebesar 4 juta ton.

Dengan tambahan kapasitas dari pabrik baru ini, Semen Tonasa menargetkan bisa menjual 4,3 juta ton semen tahun ini, naik 7,5% dari penjualan tahun lalu yang sebanyak 4 juta ton.

Selain itu, Semen Tonasa juga tengah membangun pembangkit berkapasitas 2x35 MW dengan investasi US$144 juta. Proyek ini diharapkan bisa rampung pertengahan 2012.

”Tahap pemancangan sudah dimulai Juli 2010 lalu. Proyek ini hampir sepenuhnya menggunakan muatan lokal. Sekitar 80% komponennya adalah produksi dalam negeri. Pengerjaannya juga dilakukan PT Rekayasa Industri yang juga BUMN," kata Sattar.

Sebagai bagian dari upaya untuk memperbesar penguasaan pasar di Indonesia timur, Semen Tonasa juga sedang membangun packing plant di Papua, Sultra, Kaltim, dan Ternate. Masing-masing packing plant berkapasitas 600.000 ton per tahun. Saat ini Semen Tonasa sudah mempunyai delapan packing plant.

Semua ekspansi Semen Tonasa itu menjadi bagian dari upaya Grup Semen Gresik untuk memacu kapasitas produksi perusahaan. Saat ini kapasitas produksi Semen Gresik mencapai 20,5 juta ton. Targetnya, di 2013 kapasitas produksi perusahaan plat merah ini bisa naik menjadi 27 juta ton.